JAKARTA, Infoklik.co I Konflik antar anak, baik berupa pertikaian fisik maupun verbal, adalah fenomena umum dalam kehidupan sehari – hari.
Namun, ketika konflik ini melibatkan pelaporan ke pihak berwajib, proses hukum formal sering kali memberikan dampak negatif yang lebih besar daripada manfaatnya.
Oleh karena itu, sistem hukum di Indonesia telah mengadopsi pendekatan restorative justice untuk menangani kasus – kasus anak di bawah umur.
Restorative justice berfokus pada pemulihan hubungan dan pemberian pemahaman kepada anak – anak tentang dampak tindakan mereka.
Disinilah, proses ini melibatkan dialog antara pihak – pihak yang bertikai, dengan mediasi dari pihak ketiga seperti konselor, tokoh masyarakat, atau aparat penegak hukum yang terlatih.
Dalam praktiknya, aparat penegak hukum diharapkan untuk mengutamakan penyelesaian konflik secara kekeluargaan.
Hal ini mencakup mediasi, edukasi dan pengawasan terhadap anak – anak yang terlibat konflik. Proses hukum formal hanya dilakukan jika semua opsi penyelesaian lain telah gagal atau jika tindak pidana yang dilakukan sangat serius”, ungkap Fuad Dwiyono selaku Ketum di dampingi Sekjen Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI) saat di konfirmasi media, Minggu (24/11/24).
Dengan pendekatan ini, konflik anak dapat diselesaikan secara damai, tanpa merusak masa depan mereka.
Seperti restorative justice juga membuka peluang bagi anak – anak untuk belajar bertanggung jawab atas tindakan mereka sambil tetap dilindungi hak – haknya sebagai individu yang sedang tumbuh.(red)